Dari balik jendela aku mengintip derai hujan yang turun di depan ruang R.6. Aku mencoba menikmati hujan sore ini selagi belum ada mahasiswa yang datang untuk ujian. Dan kusadari jua bahwa hujan sore ini sangat romantis. Betapa tidak, sayup-sayup syair Michael Bubble terdengar merdu beradu dengan bunyi hujan di atap bangunan tua ini dan gemericik suaranya menghempas kerikil-kerikil di seberang selasar ini terdengar lembut. Tiada terdengar bunyi mesin, deru kendaraan dijalanan, dan hiruk pikuk manusia disekitar. Mataku pun disegarkan dengan deraian air hujan di pelupuk batang tanaman setinggi kurang dari 100 meter. Hijau… Basah…. Segar…. Ditambah lagi semilir angin dari AC yang ku setel dengan suhu 23 derajat celsius ini menambah sejuknya sore ini. Tiada ku rasakan semilir angin yang diakibatkan oleh turunnya hujan sore ini, sayangnya. Namun telinga dan mataku sudah cukup dimanjakan alam ini walau hanya sejenak. Aku berpikir: "kombinasi yang apik". Alam ini meman...
kalau bisa ku umpamakan ekspresi hari ini semacam bunga Mawar. Ketika dilihat dari jauh, indah karna merahnya merekah diujung sebuah tangkai. Di dekati, wanginya semerbak. Di jadikan hadiah, bisa dibilang wajar bahkan sangat menggembirakan hati yang menerimanya. Tapi awas. Mawar ini berduri. Kalau gak berhati-hati bisa tertusuk duri dan berdarah. Intinya, renungkan apa yang terjadi. "The unexamined life is not worth living" kata Socrates.
Dua pagi di Sepinggan Yang satu membuatnya girang tak terkira Senyumnya tak lepas dari bibirnya Tak sabar menghitung detik menit Dan dia berkata: "ini pintu bahagiaku" Namun pagi yang lain di Sepinggan Kau bawa haru yang mendalam Menjemputnya dari satu mulut si burung besi Ke mulut burung besi lainnya Pintu bahagia kini menjadi pintu haru oleh waktu Dan pintanya pada sang maha rahim Agar pagi lain di Sepinggan Kembali menjelma jadi pintu bahagia Bersama sang waktu
Komentar
Posting Komentar